Kebudayaan Suku Toraja di Indonesia

Suku Toraja merupakan sebutan bagi etnis bangsa yang mendiami wilayah pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Kebudayaan suku Toraja yang populer di masyarakat adalah adat pemakamannya yang bisa dibilang unik. Kebudayaan yang lain pun juga tidak kalah menariknya. Karena keunikan budayanya itu, suku Toraja banyak didatangi oleh wisatawan domestik dan mancanegara yang ingin mengenal lebih dekat bentuk khas kebudayaan mereka. Meskipun untuk sampai ke pemukiman mereka membutuhkan waktu dan jarak tempuh yang bisa dibilang tidak sebentar.

Kata Toraja berasal dari Kata “To Riaja” yang berarti orang yang berdiam di pegunungan atau “To Riajang” yang memiliki arti orang yang berdiam di wilayah Barat. Sebutan ini pertama kali digunakan oleh orang suku Bugis Sidendereng dan suku Bugis Luwu. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa kata Toraja berasal dari asal kata To atau Tau yang artinya orang, dan Raya dari kata Maraya yang artinya besar, maknanya adalah orang orang besar atau bangsawan. Tana Toraja artinya adalah negeri tempat berdiamnya orang Toraja. Banyak sekali ciri kebudayaan suku Toraja yang menarik untuk dipelajari. Beberapanya mungkin sudah banyak dikenal, namun bisa jadi ada juga yang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.

Pelajari terlebih dahulu : Karakteristik Kebudayaan ; Unsur-unsur kebudayaan

Filosofis Hidup

Masyarakat Toraja hidup dengan mengamalkan falsafah kehidupan leluhur mereka yang disebut ‘tallu lolona’. Tallu lolona memiliki arti tiga kehidupan, yakni kehidupan manusia, kehidupan hewan, dan kehidupan lingkungan. Sistem pengetahuan dan cara berfikir suku toraja selalu dilandaskan pada falsafah tallu lolona ini. Suku Toraja mengembangkan hubungan harmonis antara sesama makhluk (lolo tau, lolo patuan dan lolo tananan) serta hubungan dengan yang kuasa didasarkan pada nilai keutuhan yang saling menghidupkan.

Oleh sebab itu, bagi masyarakat Toraja, kehidupan yang saling memberikan keuntungan antara manusia, hewan dan lingkungan merupakan bentuk kehidupan yang ideal. Kehidupan yang saling memberi dan menguntungkan terhadap sesama makhluk akan menciptakan bentuk kehidupan yang indah dan damai. Prinsip hidup ini membentuk jati diri kepribadian orang suku Toraja yang selalu hidup bersanding dengan alam secara harmonis dan tidak dapat dilepaskan dari unsur alam.

Selain itu, masyarakat toraja juga memiliki filosofis yang disebut dengan ‘tau’. Filosofis ‘tau’ ini memiliki empat pilar utama yang harus dijadikan sebagai arah hidup orang Toraja. Empat pilar tersebut adalah :

  1. Sugi’ (Kaya)
  2. Barani (Berani)
  3. Manarang (Pintar)
  4. Kinawa (Berhati Mulia, yakni memiliki nilai-nilai luhur, agamis dan bijaksana).

Seorang Toraja bisa disebut sebagai ‘tau’ (manusia) ketika telah mampu mengamalkan keempat pilar dasar tersebut. Kedewasaan manusia dalam budaya suku Toraja terjadi ketika pribadi seseorang benar-benar telah mampu mencerminkan falsafah dasar ‘tau’ tersebut.

Rumah Adat Tongkonan

Tongkonan merupakan sebutan bagi rumah adat suku Toraja. Bentuknya yang unik seperti perahu, menjadi ciri khas  rumah tongkonan dan senantiasa menarik orang untuk melihatnya secara langsung. Tongkonan berasal dari kata tongkon yang artinya menduduki atau tempat duduk. Hal ini karena dahulu tongkonan difungsikan sebagai tempat berkumpulnya bangsawan Toraja sambil duduk dan berdiskusi. Oleh sebab itu, Tongkonan disebut juga to ma’ parenta atau pusat pemerintahan. Banyak juga yang mengatakan bahwa rumah tongkonan ini hampir mirip dengan rumah gadang yang dimiliki sebagai kebudayaan suku Minangkabau.

Rumah adat tongkonan selalu dibangun berhadapan dengan alang sura (lumbung padi). Hal ini karena masyarakat tongkonan menganggap bahwa rumah tongkonan merupakan perlambang ibu, sedangkan alang sura (lumbung padi) adalah perlambang bapaknya. Bila tongkonan menghadap selatan, maka alang sura akan dibangun didepannya dengan menghadap utara. Struktur pembangunan yang demikian melambangkan bentuk suami istri antara tongkonan dan alang sura.

Tongkonan memiliki struktur bentuk yang mencerminkan adat dan kepercayaan suku Toraja. Struktur bangunan Tongkonan terdiri dari 3 bagian, yaitu :

  • Rattingbuana. Merupakan ruang yang berada di bagian atas rumah. Memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang mempunyai nilai sakral dan benda-benda yang dianggap berharga.
  • Kale Banua. Merupakan bagian tengah yang digunakan sebagai tempat berkumpul dan melakukan pertemuan. Kale Banua masih terbagi lagi menjadi 3 bagian yakni :
  1. Tengalok, yang difungsikan sebagai tempat untuk anak-anak dan tempat tidur tamu.
  2. Sali, sebagai tempat berkumpulnya keluarga atau tempat makan bersama.
  3. Sambung, biasanya digunakan oleh kepala keluarga.
  • Sulluk Banua. Merupakan bagian paling bawah dari tongkonan yang biasa digunakan untuk tempat hewan peliharaan atau tempat menyimpan alat-alat pertanian.

Selain itu, tongkonan juga memiliki pakem hiasan yang harus selalu digunakan, yaitu

  • Hiasan dinding

Hiasan dinding ini berbentuk ukiran yang terbuat dari tanah liat. Ukiran tersebut menggunakan 4 warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Warna tersebut memiliki simbol tersendiri seperti warna hitam melambangkan kematian, warna merah melambangkan kehidupan, warna kuning melambangkan anugerah dan kekuasaan Tuhan, warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian.

  • Tanduk Kerbau

Hiasan tanduk kerbau biasanya dipasang di bagian depan tongkonan dan disusun menjulang keatas. Hiasan tanduk kerbau ini melambangkan kemewahan dan strata sosial. Semakin banyak jumlah tanduk yang tersusun pada rumah adat tongkonan, maka menunjukkan semakin tinggi strata sosial kelompok adat yang memilikinya.

Pelajari juga : Kebudayaan Suku Jawa, Kebudayaan Suku Banjar

Upacara Adat Rambu Solo

Upacara adat rambu solo adalah upacara kematian yang diselenggarakan oleh orang Toraja. Umumnya, upacara rambu solo terdiri dari 2 prosesi upacara yakni proses pemakaman dan prosesi kesenian. Proses tersebut dilangsungkan secara harmonis dalam satu upacara pemakaman yang menunjukkan penghormatan orang Toraja pada leluhur mereka yang telah meninggal.

Proses pemakaman (rante) biasanya diadakan di tengah lapangan yang ada pada kompleks rumah adat tongkonan. Prosesi ini terdiri dari beberapa kegiatan ritual.

  1. Ma’Tudan Mebalun, yaitu prosesi untuk melakukan pembungkusan pada jasad orang yang meninggal
  2. Ma’Roto, yaitu prosesi untuk menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan benang perak.
  3. Ma’Popengkalo Alang, yaitu prosesi mengarak atau membawa jasad yang telah dibungkus ke sebuah lumbung untuk disemayamkan.
  4. Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu proses mengarak jasad dari area Rumah Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.

Sedangkan pada prosesi kesenian, terdapat beberapa bentuk kesenian toraja yang disuguhkan. Kesenian ini tidak hanya untuk memeriahkan upacara tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi orang yang sudah meninggal. Terdapat beberapa bentuk kesenian yang biasanya disuguhkan. (baca fungsi seni pertunjukan)

  1. Mengarak kerbau yang akan menjadi kurban
  2. Pertunjukan beberapa musik daerah, seperti Pa’Pompan, Pa’Dali-dali, dan Unnosong. (baca juga unsur-unsur seni musik; fungsi musik)
  3. Pertunjukan beberapa tarian adat suku Toraja, antara lain Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’katia, Pa’Papanggan, Passailo dan Pa’Silaga Tedong. (baca juga : unsur-unsur keindahan seni tari; tarian tradisional indonesia)
  4. Pertunjukan Adu Kerbau, sebelum kerbau-kerbau tersebut nantinya akan dikurbankan.
  5. Penyembelihan kerbau sebagai hewan kurban sebagai pelengkap prosesi upacara kematian.

Pada saat penyembelihan kerbau, kerbau disembelih dengan cara menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan. Cara ini merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja. Selain itu, kerbau yang akan disembelih bukanlah kerbau biasa, tetapi kerbau bule yang disebut Tedong Bonga yang harganya bisa mencapai angka antara 10 hingga 50 juta atau lebih per ekornya. Karena itulah, upacara kematian suku toraja, disebut juga sebagai upacara kematian yang mahal.

Pelajari juga adat pernikahan suku lain : Kebudayaan suku Madura, Kebudayaan Suku Bugis

Upacara Adat Ma’ Nene

Upacara ma’ nene merupakan salah satu tradisi budaya adat suku toraja yang bisa dibilang unik. Upacara ini merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur mereka yang telah meninggal. Penghormatan ini dilakukan dalam bentuk pembersihan mayat dan penggantian baju bagi jasad nenek moyang yang telah meninggal. Ritual ini diselenggarakan setiap 3-4 tahun sekali.

Upacara ini dilakukan dengan mendatangi makam nenek moyang, lalu mengeluarkan jasad mereka yang sebelumnya dimulai dengan semacam upacara adat dan membaca do’a bersama. Jasad-jasad ini kemudian dibersihkan dengan menggunakan kuas, lalu baju-baju mereka diganti dengan menggunakan baju-baju baru. Pembersihan dan penggantian baju jasad ini membutuhkan waktu tidak lama yakni sekitar 30 menit saja. Selanjutnya jasad-jasad tersebut kembali dimasukkan kedalam pekuburannya. Upacara diakhiri dengan do’a kembali dan makan bersama sambil silaturahmi antar keluarga yang masih satu leluhur.

Pekuburan Adat Toraja

Masyarakat suku Toraja memiliki beberapa macam bentuk pekuburan untuk menguburkan jasad orang yang telah meninggal. Bentuk pekuburan ini merupakan salah satu unsur kebudayaan suku Toraja yang lain daripada yang lain, karena terdapat 5 macam bentuk pekuburan yang dimiliki oleh suku Toraja. Bentuk-bentuk pekuburan tersebut antara lain :

  • Kuburan Goa

Masyarakat suku toraja memiliki salah satu bentuk adat menyimpan jenazah orang meninggal di dalam peti-peti mati yang kemudian disimpan di dalam goa-goa. Oleh sebab itu goa tempat menyimpan jenazah orang yang telah meninggal ini kemudian diberi nama kuburan goa. Kuburan goa ini banyak ditemui di Londa, Tampang Allo Sangalla serta di beberapa tempat lain.

  • Kuburan Gantung

Selain menyimpan jenazah orang meninggal di dalam goa, terdapat sebagian masyarakat Toraja yang menyimpan jenazah di tebing-tebing bebatuan. Pada tebing-tebing tersebut dibuatkan semacam rak-rak sebagai tempat untuk meletakkan peti-peti mati yang berisi jenazah.

  • Kuburan Batu (Liang)

Kuburan batu biasanya digunakan untuk menyimpan jenazah orang yang memiliki status sosial tinggi. Pembuatannya adalah dengana membuat lubang pahatan pada batu-batu besar yang ada digunung. Pembuatannya bisa memakan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Oleh sebab itu, pekuburan jenis ini biasanya hanya orang berstatus sosial tinggilah yang menggunakannya.

  • Kuburan Pohon (Passilliran)

Pohon yang digunakan untuk menyimpan jenazah disebut pohon tarra’. Pohon ini kemudian dilubangi sebagai tempat untuk menyimpan jenazah. Kuburan jenis ini biasanya digunakan untuk menguburkan bayi yang meninggal di bawah umur 6 bulan.

  • Kuburan Patane

Kuburan jenis ini merupakan kuburan yang paling umum untuk dijumpai di Tana Toraja. Kuburan jenis ini memiliki bentuk seperti rumah biasa. Namun kebanyakan berbentuk seperti rumah Tongkonan.

Pelajari juga : Kebudayaan suku baduy, kebudayaan suku aceh

Adat Pernikahan

Dalam adat suku Toraja terdapat 3 bentuk cara atau upacara untuk melangsungkan pernikahan. Cara yang ditempuh sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak dan disesuaikan dengan kemampuan atau status sosial masing-masing keluarga mempelai.

  • Upacara Rompo Bobo Bonnang

Upacara pernikahan jenis ini merupakan yang paling simpel dan sederhana. Tata caranya:

  1. Utusan mempelai pria datang menemui keluarga mempelai wanita untuk menyampaikan lamaran. Bila keluarga wanita menyetujui, maka akan disampaikan kapan waktu kedatangan keluarga mempelai pria.
  2. Bila waktu ketentuan kedatangan sudah tiba maka keluarga mempelai pria dan mempelai pria akan mendatangi keluarga mempelai wanita. Selanjutnya orang tua mempelai wanita akan menyambut kedatangan mereka dengan bertanya “To lendu konronan roomika batuto lempong kaboangian rokomiko” (Adakah kamu ini singgah karena hujan atau karena kemalaman?). Lalu perwakilan dari mempelai pria akan menjawab “Toeroka lendu to konronan batu toeroki lempang to kabuangin apa lamu ulu’ rukon olukna rompo kopa loma luntun roku bicarana pasuelle allo” (kami tidak singgah karena kehujanan, tapi kami akan datang untuk mengadakan pernikahan sesuai aturan dari dahulu kepada nenek moyang kita).
  3. Selanjutnya keluarga mempelai wanita akan menerima mereka dan kemudian dilakukan perjamuan makan bersama. Setelah itu para keluarga mempelai pria akan kembali pulang kecuali mempelai pria yang akan tetap tinggal di rumah mempelai wanita.
  • Upacara Rampo KaroEng

Upacara pernikahan jenis ini prosesinya hampir sama dengan Rompo Bobo Bonnang. Perbedaannya hanya pada perjamuannya saja. Sebelum acara perjamuan makan, rombongan mempelai pria akan disuruh menunggu terlebih dahulu di lumbung. Hal ini berbeda dengan Rompo Bobo Bonnang dimana rombongan akan langsung dipersilahkan untuk masuk.

  • Upacara Rompo Allo

Upacara pernikahan jenis ini merupakan yang paling mewah. Perayaan pernikahan bisa dilakukan beberapa hari dengan acara yang cukup besar. Oleh sebab itu upacara jenis ini hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki kemampuan atau berstatus sosial yang tinggi saja. Prosesi untuk upacara jenis ini adalah :

  1. Utusan mempelai pria akan datang kepada keluarga mempelai wanita dengan membawa sirih sebagai lambang untuk melamar atau meminang.
  2. Bila lamaran atau pinangan diterima maka akan ditentukan hari untuk melakukan prosesi pernikahan.
  3. Keluarga mempelai wanita biasanya akan memotong babi sebagai jamuan pada upacara pernikahan.
  4. Pada hari yang telah disepakati, rombongan mempelai pria akan datang menemui keluarga mempelai wanita. Dan setelah sampai di rumah mempelai wanita, rombongan akan disuruh untuk menunggu di lumbung dengan diberikan sajian sirih pinang. Setelah itu rombongan akan disuruh untuk naik masuk kedalam rumah dan kemudian akan dilakukan prosesi pernikahan dan perjamuan makan. Setelah perjamuan selesai rombongan mempelai pria akan pulang meninggalkan mempelai pria.
  5. Tiga hari setelah perjamuan di rumah mempelai wanita, keluarga mempelai wanita akan pergi membalas mengunjungi keluarga mempelai pria, dan disini berlaku sebaliknya keluarga pria akan memotong babi untuk mengadakan perjamuan makan. (Pelajari juga : kebudayaan suku batak; kebudayaan suku dayak)

Berikut adalah kebudayaan suku toraja yang wajib anda ketahui agar anda bisa mengetahui kebudayaan kebudayaan yang berbeda di setiap budayanya. Dengan adanya perbedaan dengan budaya lain sehingga kita bisa mengetahui dan mudah untuk mengingatnya.