Sejarah Wayang Golek dari Sunda, Jawa Barat

Ketika mendengar mengenai wayang golek, secara langsung kita sepakat menamainya sebagai salah satu warisan kebudayaan sunda. Seni pertunjukan  wayang trimarta atau tiga dimensi ini sangat banyak dijumpai di wilayah jawa barat, mulai dari daerah Banten sampai Cirebon, atau bahkan daerah perbatasan dengan Jawa Tengah masih sering dipertunjukan kesenian ini.

Wayang golek sendiri merupakan sebuah tokoh pewayangan yang terbuat dari boneka kayu yang dicat sedemikian rupa, pertunjukan wayang golek biasanya digunakan sebagai media untuk bercerita, edukasi, ataupun sarana dakwah melalui kisah sejarah jawa, tentang islam, mahabharata, dan lain-lain. Pada masa sekarang ini, wayang golek sudah mulai termakan oleh modernisasi, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa wayang golek merupakan seni rakyat yang sangat penting dan memiliki nilai sejarah. Untuk mencintai budaya wayang golek kita perlu mengenal lebih jauh kesenian ini melalui sejarahnya.

1. Sejarah Asal-Usul Wayang Golek

Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari keberadaan wayang kulit, Sejalan dengan itu berkenaan penyebaran wayang di Jawa Barat adalah pada masa pemerintahan Raden Patah dari kerajaan Demak, kemudian disebarluaskan para Wali Sanga. Termasuk Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1568 memegang kendali pemerintahan di kasultanan Cirebon. Beliau memanfaatkan pagelaran wayang kulit sebagai media dakwah untuk memperluas penyebaran agama Islam

Artikel Terkait:

2. Perkembangan Wayang golek Berbahasa Jawa

Seriring kehadiran wayang golek di babad jawa pada sekitar 1548 Sunan Kudus memperkenalkan budaya wayang yang terbuat dari kayu, yang kemudian disebut sebagai wayang golek. karena wayang golek sendiri adalah hasil dari perkembangan wayang kulit. Sunan kudus membuat wayang dari material kayu yang kemudian dipentaskan pada saat siang hari. pendapat tersebut diyakini sebagai awal munculnya kesenian wayang kayu yang lahir dan berkembang di wilayah pesisir utara Pulau Jawa pada awal abad ke-17 dimana kerajaan Islam tertua di Pulau Jawa yaitu kesultanan Demak tumbuh disana. Menurut legenda yang berkembang disinilah Sultan Kudus menggunakan wayang golek  dengan dialog bahasa jawa sebagai media untuk menyebarkan islam dimasyarakat.

Artikel Terkait:

3. Perkembangan Wayang Golek di Tanah Pasundan

perkembangan wayang golek melaju pesat, kesenian wayang golek berbahasa jawa mulai digeser ketenaranya dengan kesenian wayang golek berbahasa sunda, bisa dibuktikan dominasi wayang golek berbahasa sunda pada abad ke-17 pada masa ekspansi Kesultanan Mataram.

Pertunjukan seni wayang golek yang kala itu masih bertahan mewarisi beberapa pengaruh Hindu sebagai bekas wilayah kerajaan Sunda Pajajaran. Pakem dan ajalan ceritanya sesuai dengan versi jawa meskipun terdapat beberapa perbedaan nama tokoh, yang kedian dalam pertunjukan wayang golek berbahas sunda dikenal pula  sebagai wayang golek purwa.

Pada waktu kabupaten-kabupaten di Jawa Barat ada dibawah pemerintahan Mataram, ketika masa pemerintahan Sultan Agung (1601-1635), penggemar seni pewayang meningkat, bukan hanya dari kalangan biasa bahkan banyak bangsawan sunda yang datang ke Mataram untuk mepelajari bahasa jawa dalam konteks kepentingan pemerintahan, dalam penyebaranya wayang golek tumbuh dengan membebaskan pemakaian bahasa masing-masing. Hasilnya seni pewayangan berkembang dan menjangakau seluruh daerah Jawa Barat.

Menurut penjelasan Dr. Th. Pigeaud, bahwa seorang bupati Sumedang mendapat gagasan untuk membuat wayang golek yang bentuknya menyerupai wayang kulit dalam lakon Ramayana dan mahabharata. Perubahan dari bentuk wayang kulit menjadi golek terjadi secara berangsur-angsur, hal ini terjadi sekitar abad 18-19. hal ini diamini dengan adanya berita bahwa pada abad ke-18 atau sekitar tahun 1794-1829 Dalem bupati Bandung (Karanganyar), menugaskan Ki Darman seorang pegiat wayang kulit asal Tegal Jawa tengah yang berdomisili di Cibiru, Jawa Barat untuk membuat wayang golek purwa.

Kemudian pada abad ke-20 berubahan-perubahan bentuk wayang golek menjadi semakin baik dan sempurna. Hasilnya dapat dilihat pada perkembangan wayang golek yang sering kita jumpai pada masa sekarang ini, wayang golek yang akrab kita temui tersebut adalah penyempurnaan bentuk dari wayang golek purwa sunda. Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, pagelaran wayang golek mula-mula ekslusif  dilaksanakan oleh kaum bangsawan, terutama para penguasa seperti bupati di Jawa Barat mempunyai cukup andil dalam perkebangan kesenian wayang golek di Jawa Barat.

Pada awalnya pertunjukan wayang golek didelenggaran oleh para kaum priyayi (kaum bangsawan sunda) dilingkungan Istana atau Kabupaten baik untuk kepentingan pribadi ataupun keperluan umum. Fungsi pertujukan pada kala itu masih bergantung pada permintaan para bangsawan. pagelaran seni wayang golek memiliki tujuan bermacam-macam, dari mulai yang sifatnya ritual, ataupun dalam rangka tontonan atau hiburan semata. Pertunjukan yang bersifat ritual sudah jarang dipentaskan, misalnya saja pada upacara sedkah laut atau sedekah bumi, yang biasanya hanya diadakab setahun sekali.

pementasan yang masih bertahan sampai sekarang adalah pertunjukan seni wayang golek untuk hiburan, bisanya diselenggarakan untuk memriahkan acara peringatan kabupaten, hari kemerdekan Indonesia, Syukura, hajatan, dan lainnya. Walaupun demikian, tak berarti esensi yang mengandung nilai tuntunan sudah hilang, dalam penuturan lakon setiap tokoh pewayangan nilai-nilai pembelajaran selalu ada.

Artikel Terkait:

3. Perkembangan Wayang Golek Modern

Dalam perkembangan wayang golek, pada awal tahun 70-an seni pertunjukan ini mulai menghadirkan bintang pesinden yang terkenal yang bahkan ketenaranya melebihi seorang dalang.  Pesinden pada saat ini menjadi wajib dalam pagelaran wayang sebagai pelengkapan percakapan dalang melalui para lakon wayang.

bagi seniman wayang yang masih tetap mempertahankan nilai tuntunan, mereka tetap berupaya mengembangan daya kreatifitasnya melalui keseimbangan antara penggarapan segi tontonan yang menuntun penikmatnya. Wadah, perangkat kasar, meliputi penggarapan unsur-unsur pedalangan (penggarapan tokoh, lakon, alur, sastra pedalangan, sabet, iringan, dan lain-lain). Isi dari pementasan wayang golek sejatinya wajib sampai kepada penikmatnya melalui esensi atau rohani serta pesan moral.

Kini selain sebagai seni pertunjukan wayang, kerajinan seni wayang golek juga dikonversasi sebagai cindra mata oleh para wisatawan tokoh-tokoh seperti Rama, Sinta, Arjuna, Srikandi serta tokoh punakawan seperti Semar dan Cepot bisa dibawa pulang sebagai hiasan atau benda pajangan interior.

Pada tahun 2015 perkembangan wayang golek sudah semakin pesat, sejauh ini banyak seniman-seniman yang berani bereksperimen agar dapat keluar dari pakem cerita pewayangan yang sudah ada saat ini dan mulai menggunakan instrumen musik modern dalam pertunjukan seni wayang golek.

Sekian penjelasan mengenai sejarah seni wayang golek di Indonesia, semoga pemaparan mengenai sejarah wayang golek dapat menambah wawasan kita mengenai budaya pewayangan dan lebih mencintai kekayaan budaya lokal.