Sejarah Wayang Kulit dan Perkembangannya

Sudah lebih dari satu dekade sejak dinobatkannya kesenian wayang kulit sebagai “Masterpiece” kebudayaan dunia. Konsekuensi logis dari adanya pengakuan UNESCO terhadap Seni Pertunjukkan Wayang Indonesia, maka Kementrerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 26 Januari – 2 Februari 2004 lalu telah melaksanakan kegiatan sosialisasi wayang ke luar negeri yaitu ke Prancis, yang digelar di Kota Bordeaux, Nancy (perbatasana dengan Jerman) dan Kota Strassbourg dan terakhir di Kota paris. Kini 12 tahun sudah berlalu sejak hari itu, dan wayang kulit menjadi warisan budaya yang sudah mendunia.

Wayang kulit merupakan salah satu seni pertunjukan yang berasal dari kebudayaan jawa dan sangat terkenal. Hal ini dikarenakan pertunjukan wayang sangat sarat dengan unsur estetika dan pesan moral yang terkandung di dalam setiap pertunjukannya. Ada dua pendapat berbeda yang menjelaskan makna kata wayang, yang pertama berasal dari kata “Ma Hyang” yang berarti roh spiritual, dewa , atau Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pendapat lainnya berasal dari bahasa jawa yang berarti bayangan. Hal ini dikarenakan, dalam pertunjukan wayang kita hanya melihat bayang bentuk dari wayang kulit yang dimainkan.

Wayang kulit sendiri merupakan kekayaan budaya yang bernilai tinggi karena selain merupakan sebuah seni kriya (baca : fungsi seni kriya), pertunjukan wayang kulit mampu menggabungkan berbagai macam kesenian seperti seni sastra, seni musik, dan seni rupa. Seni sastra dari pupuh yang diucapkan oleh dalang , Seni musik dari lantunan berbagai nama alat musik tradisional, dan seni rupa dari visualisasi wayng kulit yang unik dan khas budaya Indonesia.

Populer di daerah sekitar provinsi jawa tengah dan jawa timur, kini kesenian wayang kulit telah di kenal di dunia mancanegara. Di bawa oleh Ki Purbo Asmoro, wayang kulit mulai populer di beberapa negara di Asia hingga Eropa. Seperti negara perancis, Inggris, Austria, Yunani, Jepang, Thailand, Singapura, Amerika, Bolivia dan masih banyak lagi. Namun sebelum sampai ke era kepopulerannya di masa sekarang.

Berikut adalah ulasan sejarah wayang kulit dan perkembangannya :

  • Sejarah wayang kulit dan Kebudayaan hindu budha

Sejarah wayang kulit tidak terlepas dari sejarah kesenian wayang secara umum. Bila dilihat dari catatan sejarah, belum ada bukti konkret tentang adanya kebudayaan wayang sebelum abad pertama. Hal ini bertepatan dengan masuknya budaya Hindu dan Budha ke Asia Tenggara. Hipotesis ini semakin diperkuat dengan kenyataan bahwa seni pertunjukan wayang kulit mayoritas mengangkat cerita Ramayana dan Mahabarata. Walaupun itu juga bukan merupakan standard yang bisa mengikat dalang. Karena dalam setiap pertunjukannya dalang boleh saja membuat pertunjukan dari lakon carangan (gubahan).

Artikel terkait :

Jivan Pani, seorang budayawan terkemuka disana, pernah mengeluarkan pendapat bahwa wayang berkembang dari dua jenis seni . Kesenian ini berasal dari Odisha, India Timur, yaitu Ravana Chhaya yang merupakan sebuah teater boneka dan tarian Chhau. Dari sini berkembang hipotesis baru, bahwa akulturasi kebudayaan India atau Tiongkok adalah hal yang menciptakan kesenian wayang di indonesia. Karena kedua negara ini memiliki tradisi yang telah berjalan turun-temurun tentang penggunaan bayangan boneka atau pertunjukan teater secara keseluruhan.

  • Wayang kulit di zaman kerajaan

Bukti konkret pertama yang ditemukan membahas mengenai kesenian wayang berbentuk sebuah catatan. Catatan ini mengacu pada sebuah prasasti yang bisa dilacak berasal dari tahun 930. Prasasti tersebut menyebutkan tentang si Galigi mawayang. Galigi yang dimaksud disini adalah seorang dalang dalam pertunjukan wayang kulit. Sesuai dengan isi kitab  “Kakawin Arjunawiwaha” buatan Empu Kanwa, pada tahun 1035. Dideskripsikan bahwa sosok si Galigi adalah seorang yang cepat, dan hanya berjarak satu wayang dari Jagatkarana atau dalang terbesar hanyalah berjarak satu layar dari kita.

Dimulai dengan Wayang Purwa pertama kali dimiliki oleh Sri Jayabaya (Raja Kediri tahun 939 M). Wayang Purwa kemudian dikembangkan oleh Raden Panji di Jenggala ditahun 1223 M. Pada tahun 1283 M Raden Jaka Susuruh menciptakan Wayang dari kertas . Wayang hasil ciptaan Raden Jaka ini yang dikenal dengan “Wayang Beber“. Semakin lama Sangging Prabangkara pada tahun 1301 M mengembangkan karakter wayang beber sesuai dengan adegannya.

  • Wayang kulit pada zaman kerajaan islam

Tidak asing di telinga kita nama Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu dari tokoh sembilan wali. Beliau bernama asli Joko Said yang lahir pada 1450 M. Wayang kulit yang ada pada saat ini adalah karya inovasi dari Sunan Kalijaga. Wayang Beber Kuno yang menggambarkan wujud manusia secara detail dibuat menjadi lebih samar. Karakter seperti Bagong, Petruk, dan Gareng adalah lakon ciptaan Sunan Kalijaga. Lakon-lakon tersebut dibuat sedemikian rupa agar dapat membawa nafas islam pada pertunjukan wayang kulit yang saat itu masih di dominasi kebudayaan Hindu Budha.

Dari zaman ini, tercipta beberapa istilah perwayangan yang sebenarnya merupakan serapan atau merujuk pada bahasa Arab seperti:

  1. Dalang, berasal dari kata “Dalla” yang berarti menunjukkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan keinginan nantinya Dalang dapat menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang.
  2. Tokoh Semar, berasal dari kata “Simaar” yang berarti paku. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Semar ini akan menginspirasi orang agar memiliki karakter iman yang kuat dan kokoh seperti paku.
  3. Tokoh Petruk, berasal dari kata “Fat-ruuk” yang berarti tinggalkan. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud tokoh Petruk ini memberitahu kita bahwa seseorang harus meninggalkan apa yang disembah selain Allah semata.
  4. Tokoh Gareng, berasal dari kata “Qariin” yang berarti teman. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus pandai mencari teman untuk diajak menuju jalan kebaikan.
  5. Tokoh Bagong, yang berasal dari kata “Baghaa” yang berarti berontak. Sunan Kalijaga memilih kata tersebut dengan maksud, seseorang muslim harus memberontak ketika melihat kedzaliman di hadapannya.
  • Wayang di dunia Internasional

Hal ini terjadi tepat pada tanggal 7 November 2003, Wayang Kulit dinobatkan sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ). Wayang kulit juga turut di daftarkan sebagai daftar representatif budaya tak benda warisan manusia oleh UNESCO, sebuah lembaga budaya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Barulah pada tanggal 21 April 2004 di Paris-Perancis berlangsung upacara penyerahan penghargaannya.

Hal ini tentulah sangat membanggakan, Koichiro Matsuura menyerahkan Piagam Penghargaan Wayang Indonesia kepada Drs. H. Solichin, Ketua Umum SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) yang mewakili masyarakat Pewayangan Indonesia. Wayang telah memiliki dampak positif bagi citra bangsa Indonesia di mata dunia. Suatu prestasi budaya yang luar biasa, sekaligus sebagai tantangan apakah kita mampu melestarikan dan mengembangkan wayang bagi semua kepentingan.