Adat Istiadat Jawa Timur Upacara Pitonan dan Penjelasannya

Pitonan merupakan kegiatan pelaksanaan upacara yang terkenal dan merupakan adat istiadat dari pulau Jawa. Pitonan merupakan serangkaian upacara yang di laksanakan bila usia sudah 7 hari atau perayaan 7 hari setelah dilahirkan.

Diantara hari Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi. Dalam hal ini ,diyakini bahwa para tetangga dan kerabat datang ke rumah orang yang sedang berbahagia tersebut.

Selain mengucapkan selamat dan doa, para kerabat dan tetangga yang datang  juga membawa sanggan berupa sembako dan tak lupa juga amplop berisi uang dan embel-embel.

Embel-embel merupakan makanan yang terbuat dari tepung beras / ketan lalu di dalamnya ada enten-enten kelapa / gula jawa, yang dibungkus dengan daun pisang lalu di kukus yang berbentuk limas. adat istiadat suku jawa upacara mitoni bisa anda jadikan sebagai informasi tambahan.

Langkah upacara pitonan ini adalah:

  • Bayi yang berusia tujuh bulan tersebut dimandikan dengan  air yang dicampur dengan bunga setaman

Istilah bunga setaman ini muncul karena bunga yang digunakan adalah bunga-bunya yang ada di taman si empunya upacara, seperti bunga mawar, melati, bugenvil, dan beberapa bunga rumput. Orang yang memandikan harus orang yang sudah dipercaya memegang anak kecil, maksudnya yang sudah berpengalaman “sayang” kepada anak kecil. adat istiadat suku jawa upacara ngapati bisa anda jadikan sebagai informasi tambahan.

  • Setelah bayi berusia tujuh bulan itu selesai dimandikan, bayi itu lalu didandani atau dipupuri diberi pakaian yang bagus, dan diberi mahkota dari janur.

Dipupuri itu diberi bedak, lalu dipakaikan baju yang bagus (biasanya baju baru): kalau cewek pakai rok, kalau cowok pakai celana (kalau cewek sudah ditindik telinganya). Dandan terakhir, dipakaikan mahkota dari janur. Mahkota ini bermakna: semog bayi ini nanti bisa menjadi pemimpim seperti raja.

  • Sesi mendandani bayipun sudah selesai. Bayi yang sudah rapih didandani tadi kemudian digendong oleh orangtuanya untuk berfoto

Selesai berfoto, beralih ke sebuah tempat yang cukup lapang. Ada dua benda di sana, tangga dari tebu yang dihias kertas sumbo (saya tidak begitu tahu namanya. Pokoknya kertas itu kalau dimasukkan ke air, airnya akan berwarna seperti kertas itu. Ya merah, hijau, kuning) dan kurungan yang juga berhias kertas sumbo plus ayam jago di dalamnya.

  • Dibantu orang tuanya, khususnya sang bapak, bayi tersebut naik tangga

Tangga yang terbuat dari tebu itu memiliki tujuh anak tangga. Artinya: semoga bayi ini nantinya dapat mencapai langit ketujuh atau nirwana atau surga. Kenapa musti tebu? Karena tebu itu manis sehingga jalan yang ditempuh untuk mencapai nirwana tidak pahit dan mulus.

Kenapa musti dibantu orang tua? Karena bayinya belum bisa jalan sendiri. Pada bagian ini, orang-orang yang merupakan tetangga sekitar dan sanak sodara bertepuk tangan riuh dan memberi semangat. Terlebih ketika sang bayi telah berhasil duduk di puncak tangga.

  • Setelah naik tangga sebagai lambang langkah menuju surge, saatnya masuk ke kurungan ayam

Lagi-lagi, bayi ini tentu tidak sendirian. Dia musti ditemani oleh orang lain, bisa sodara bisa tetangga. Yang pasti sang penemani itu harus anak kecil. Maksimal usia anak kelas empat SD.

Di dalam kurungan itu hanya ada ayam, tidak ada benda lain. Itulah bedanya dengan upacara tujuh bulanan yang lain. Pitonan yang ada di Jawa Timur tidak ada acara memilih benda, yang ada adalah memegang benda.

Dan benda itu adalah ayam jago. Ini sebagai lambang keberanian, karena manusia sekecil itu harus berani memegang ayam, juga makna dari ayam jago itu sendiri yang bagi masyarakat di desa saya sebagai lambang seorang pemberani.

Nah, itulah penjelasan mengenai upacara Pitonan yang ada di Jawa Timur. Mungkin di daerah lain ada juga tradisi atau adat istiadat seperti ini. Hanya saja mungkin namanya yang berbeda.