Seni Musik Samrah dan Penjelasannya

Kota Jakarta merupakan Ibu kota dari Negara Indonesia. Kota Jakarta disebut dengan kota metropolitan, karena di Kota tersebut merupakan pusat kota dan tempat terjadinya kemacetan.

Dengan semakin maju Kota Jakarta, terdapat berbagai macam kebudayaan khas kota Jakarta, mulai dari makanan khas kota Jakarta seperti kerak telor, minuman khas yaitu bir pletok, sampai kesenian asli kota Jakarta seperti tari topeng, ondel-ondel, dan juga tari samrah. Dalam kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai tari samrah.

Samrah adalah salah satu budaya Betawi. Tarian yang biasa diiringi orkes ini disebut Tari Samrah. Orkes Samrah berasal dari Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Pulo Angsa Dua, Burung Putih, Cik Minah, dan Sirih Kuning dengan corak Melayu, disamping lagu-lagu khas Betawi, seperti Jali-jali, Kicir-kicir, lenggang kanggung, dan lain sebagainya.

Orkes samrah sering disebut juga Sambrah. Samrah telah berkembang di Jakarta sejak abad ke-17. Asalnya dari Melayu, hal itu dimungkinkan karena salah satu suku yang menjadi cikal bakal orang Betawi adalah Melayu. kebudayaan suku betawi bisa anda pelajari lebih lanjut.

Samrah berasal dari kata bahasa Arab ”samarokh” yang berarti berkumpul atau pesta dan santai. Kata ”samarokh” oleh orang Betawi diucapkan menjadi ”samrah” atau ”sambrah”. Dalm kesenian Betawi, samrah menjadi orkes samrah dan tonil samrah serta tari samrah.

Biasanya penari Samrah turun berpasang-pasangan. Gerak tariannya menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan langkah-langkah dan lenggang lenggok berirama, ditambah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti pukulan, tangkisan, dan tendangan yang diperhalus. seni tamadun melayu khas riau bisa dijadikan sebagai informasi tambahan.

Mereka menari diirngi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertema percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa hina papa tidak mempunyai apa-apa. Lagu-lagu pokonya adalah lagu Melayu seperti: Pulau Angsa Dua, Burung Putih, Sirih Kuning, Cik Minah Sayang, dan juga Masmura.

Orkes Samrah biasa digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian. Disamping itu, terkadang membawakan lagu khas Betawi, antara lain : Jali-jali, Kicir-kicir, dan juga Lenggang kangkung.

Terkadang dilengkapi dengan rebana bahkan gendang. Alat musik yang membentuk orkes Samrah adalah biola, gitar, harmonium, dan tamborin. Mengenai alat musik bernama harmonium memang sudah langka.

Gerak tariannya menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan langkah-langkah dan lenggang lenggok berirama, ditambah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti tendangan, pukulan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari samrah turun berpasang-pasangan.

Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertema percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa hingga tidak punya apa-apa.

Sekarang ditambah lagi dengan model baru yang sebenarnya model lama yang disebut “Jung Serong” (ujungnya serong) yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan pentolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan dibawah jas, dilipat menyerong, ujungnya menyempul ke bawah.

Kostum yang dipakai pemain musik Samrah ada dua macam yakni, peci, jas, dan kain pelekat atau peci, baju sadariah, dan celana batik. Masyarakat pendukungnya umumnya golongan pertengahan, baik social maupun ekonomi.

Daerah penyebaran Samrah terbatas di daerah tengah dari wilayah budaya Betawi, yaitu Cikini, Tanah Abang, Tanah Tinggi, Paseban, Sawah Besar, Kemayoran, dan Petojo.

Popularitasnya tampak makin menurun, sehingga dewasa ini jarang tampak menyelenggarakan pergelaran. Memang untuk akhir-akhir ini tampak adanya usaha untuk menggiatkan kembali, terutama oleh Lembaga Kebudayaan Betawi antara lain dengan memberikan bantuan kepada rombongan Samrah yang dinilai paling representatif, yaitu yang dipimpin oleh Harun Rasyid (almarhum).

Boleh dikatakan semua pemain Samrah sekarang biasa ikut bermain pula pada orkes-orkes lain, seperti Orkes keroncong, bahkan yang dikenal sebagai Orkes Melayu (bukan Dangdut) seperti yang dipimpin oleh Emma Gangga (almarhumah). Dewasa ini tidak ada yang secara khusus melulu menjadi seniman Samrah.