Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau terbesar di Provinsi NTB yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 1958. Ditinjau dari segi sejarah, di pulau Sumbawa sejak 500 tahun yang lalu telah berjalan pemerintahan kerajaan yang berkesinambungan dari abad 14 sampai dengan abad 20, yaitu Kerajaan Bima, Dompu, dan Sumbawa. Masing-masing kerajaan mempunyai kesatuan pemerintahan Adat dan perangkatnya dan wilayah kekuasaannya meliputi batas wilayah Kabupaten sekarang ini.
Sumbawa yang saat ini sedang terkenal dengan potensi wisata alamnya ternyata memiliki budaya seni sastra yang sangat sayang jika dilewatkan. Tanpa mengurangi arti kehadiran bidang lainnya, sastra lisan tradisional Sumbawa berupa lawas dapat sebagai sumber inspirasi dari hampir semua seni yang lain. Lawas merambah hampir kesegala aspek kehidupan Sumbawa terutama pada masalalu. sakeco misalya, isinya berupa lawas dalam berbagai jenis yang dikemas dengan kocak berkualitas sehingga mempunyai daya pukau dalam duet yang menarik penonton sehingga bertahan semalam suntuk.
Artikel terkait:
- Seni sastra peninggalan Islam
- Karya sastra peninggalan Hindu Buddha
- Jenis jenis seni sastra
- Unsur-unsur seni sastra
Pengertian Lawas
Dalam Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia dikatakan bahwa Lawas adalah sejenis puisi tradisi khas Sumbawa, umumnya terdiri atas tiga baris, biasa dilisankan pada upacara-upacara tertentu. Pengertian Lawas pada Kamus Bahasa Sumbawa-Indonesia belum dapat dikatakan lengkap, karena Lawas juga ada yang terdiri atas empat baris, enam baris, dan ada juga yang delapan baris dalam tiap bait.
Pengertian lainnya menunjukan bahwa lawas adalah ciptaan manusia yang dilahirkan dan dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan yang menimbulkan rasa keindahan dan keharuan dalam lubuk jiwa manusia. Lawas (puisi lisan tradisional) yang merupakan cermin jiwa anak-anak, getar sukma muda-mudi dan orang tua.
Sejarah Lawas
Lawas yang dikenal sejak dahulu hingga sekarang ini tidak dimiliki oleh perorangan tetapi merupakan milik bersama turun-temurun. Ahli lawas menurunkan kepada anak cucunya secara lisan. Lawas itu tidak ditulis dalam buku khusus. Kalaupun dulu kita kenal Bumung (lembaran daun lontar tertulis disimpan dalam tabung bambu) kebanyakan isinya, lawas tutir (cerita), silsilah dan sejarah pahlawan sakti yang ditulis dengan satera jontal (tulisan lontar) mirip dengan aksara suku Bugis/Makasar. Aksara jontal ini merupakan huruf khas suku Sumbawa yang pada zaman mutakhir ini hampir sirna.
Artikel terkait:
Peran Lawas di Kehidupan Masyarakat
Lawas bagi masyarakat Sumbawa bukan sekadar seni sastra, namun Lawas juga sebagai media hiburan yang dapat dipertunjukkan dan atau dipertontonkan. Lawas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas diwariskan dan diturunkan dalam bentuk lisan. Lawas bagi masyarakat Sumbawa menjadi sumber dari segala sumber seni. Lawas akan dilantunkan kedalam berbagai bentuk seni, meliputi: Seni Balawas, Rabalas Lawas, Malangko, Badede, Badiya, Bagandang, Bagesong, Sakeco, bahkan tutur atau cerita pun disampaikan dalam bentuk Lawas.
Jenis-Jenis Lawas
Pembagian lawas pada umumnya terdiri dari:
- Lawas Tau Ode (Anak-anak)
Lawas tau ode mengedepankan tentang dunia anak-anak yang penuh kocak. Mengumandangkan lawas itu tergantung pada waktu lawas itu ditembangkan. Ulan atau langgan lawas itu terbagi atas tiga bagian. Kalau ditembangkan pada pagi hari dikenal dengan ulan siyep (pagi hari). Kalau dikumandangkan saat triknya matahari dikenal dengan ulan panas ano. Senja hari dikenal dengan ulan rawi ano.
Artikel terkait:
Berikut merupakan pembagian dari lawas ulan:
- Ulan siyep (pagi hari)
Lawas ulan Siup adalah Lawas yang disampaikan pada pagi hari dengan menggunakan irama dan tempo lagu yang lembut. Lawas ini biasanya disampaikan saat para petani akan berangkat ke sawah/lading atau saat orang-orang sedang menanam padi atau menuai padi secara beramai-ramai di pagi hari sekitar pukul 08.00-10.00 Wita. Berikut ini Lawas ulan Siup. Permulaan Lawas Ulan Siup selalu menggunakan Lawas berikut dan Lawas berikut selalu dimulai oleh laki-laki, contoh:
Yamubuya Ijo Godong
Puin Palemar Parai
Ta Pola Adal Nenrang Jong
Kau cari si hijau daun. Pohon yang penuh dengan air. Ini karena embun yang menetesAkusi Datang Nenrang Jong
Lamin Tenrang Baeng Desa
Pitu Ten Nosi Kumole
Aku yang datang menetes. Bila ramah seisi kampung. Tujuh tahun tak kupulang.Setelah dua bait Lawas di atas, maka Lawas selanjutnya bisa apa saja tergantung situasi dan kondisi emosi dan perasaan si pelantun Lawas.
Perhatikan sair Lawas ulan berikut:Kakendung Ling Kuandi E
Kupina Pangasa Kau
No Tutu Sai Yabola
Terlanjur kuucapkan adinda. Kau yang kuharapkan. Tak tahu siapa yang berdusta.
- Ulan Panas Ano
Lawas Ulan Panas Ano adalah Lawas yang disampaikan pada saat siang hari, saat matahari sedang terik/ panas-panasnya. Lawas Ulan Panas Ano berirama dan bertempo tinggi sebagai gambaran semangat. Lawas Ulan Panas Ano disampaikan pada siang hari sekitar pukul 13.00-15.00 Wita. Berikut adalah Lawas Ulan Panas Ano:
Kakendung Ling Kuandi E
Kupina Pangasa Kau
Sipak Lalo Gandeng Jangi
Terlanjur ucapku wahai adinda. Menaruh harapan kepadamu. Tak tahunya kamu setengah hati.
Kasijangi Ku Ke Kau
Mikir Ate Totang Rara
Leng To Diri Melasakan
Kuberharap berjodoh denganmu. Hatiku mikir aku miskin. Tahu diri tak punya apa-apa
Melasakan Nanta Rara
Ngining Buya Tuyapendi
Kamina Tingi Konang Mal
Merana karena miskin. Mencari orang yang mengasihan. Pamanda mulia tapi malu.
- Ulan rawi ano
Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas yang disampaikan sore hari, selepas shalat Asar. Lawas Ulan Rawi Ano berirama sendu dan tempo mulai turun dibandingkan dengan Lawas Ulan Panas Ano. Lawas Ulan Rawi Ano biasanya menggambarkan sebuah kesedihan atau pun kebahagiaan. Kondisi sedih dan bahagia bisa terjadi, jika sipelantun Lawas laki-laki diterima oleh pelantun Lawas wanita. Lawas Ulan Rawi Ano adalah Lawas penutup untuk pekerjaan Mataq Rame (panen raya) pada hari itu. Berikut adalah petikan Lawas Ulan Rawi Ano:
Pina ne Anak tungining
Tili ano gama mega
Lema rep sakiki rara
Melangkahlah si Anak merana. Tutuplah mentari wahai awan. Agar teduh si miskin bernaung.
Rara inaqku sapuan
Nosoda dengan kamikir
Pang aku dua ke leno
Miskin ibuku dahulu. Tiada teman berpikir. Padaku hanya bersama bayangan.
Muto beling gama leno
Lema tulung aku mikir
Kau baesi kuasa
Bicaralah wahai bayangan. Tolonglah aku berpikir. Hanya engkau yang kuharapkan.
2. Lawas Muda-Mudi (Taruna Dadara)
Lawas muda-mudi (taruna dadara) yang intinya berkisar sekitar perkenalan, percintaan, berkasih-kasihan, perpisahan beriba hati. Bila bertemu antara jejaka da gading ketika menanam atau di saat memotong padi di sawah, dikala menonton keramaian kerapan kerbau atau permainan barempuk, diantaranya terjadi terjadi pertautan batin, tapi mereka belum berkenalan masih dalam fase memendam perasaan, maka terjadilah suatu kelumrahan seperti tercermin pada lawas berikut ini :
Ajan sumpama kulalo
Kutarepa bale andi
Beleng ke rua e nanta
Terjemahan :
Seandainya aku bertandang
Mampir di rumah adinda
Adakah gerangan belas kasihan ?
3. Lawas Tau Loka (Orang Tua)
Lawas tau loka (orang tua) berintikan nasihat, agama dan filsafat. Lawas orang tua bersifat didaktis berisi pelajaran dan sebagian lagi berintikan agama.
Berikut ini beberapa contoh sebait lawas tau loka
Pati pelajar we ate
Namu pina boat lenge
Pola tu leng desa tau
Terjemahan :
Patuhi ajaran duhai sukma
Jangan tunaikan laku buruk
Tahu diri dirantau orang