Tokoh Aliran Realisme dari Indonesia

Seni sudah menjadi salah satu bagian dalam kehidupan manusia dari zaman ke zaman dari masa prasejarah hingga sekarang, keberadaan seni sangat melekat dalam setiap sendi kehidupan dan jiwa manusia sehingga tidak dapat terpisahkan sampai saat ini. Seni rupa adalah sebuah seni yang menghasilkan karya yang penuh dengan nilai kreatifitas , nilai estetika dan nilai kebanggaan yang bisa dilihat oleh mata, diraba dengan tangan dan dirasakan dengan hati, perasaan dan pikiran. Dengan adanya keterikatan antara seni dan manusia, seni semakin menjadi sesuatu hal yang menarik bagi sebagian besar orang baik dari negara dan suku manapun.

Seni rupa merupakan cabang seni membuat sebuah objek yang dapat dinikmati melalui bentuknya. Kesan tersebut diciptakan dengan mengolah konsep bidang, titik, bentuk, volume, garis, tekstur, warna, dan pencahayaan dengan sebuah acuan estetika. (Baca Juga : Pengertian Seni Rupa 2 Dimensi ).

Artikel terkait:

Realism merupakan aliran seni rupa yang mendasarkan karyanya pada kenyataan yang benar-benar ada dan menampilkan subjek tersebut sebagaimana tampilannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya penambahan dan pengurangan. Yang menjadi penekanan dalam alira realisme seperti yang ada di dalam prinsip prinsip seni rupa adalah suasana dan realitas yang ditampilkan sehingga penikmat bisa merasakan pesan dan cerita yang disampaikan karena nuansanya yang dekat dan kekinian.

Dalam sejarah perkembangan jenis jenis seni lukis, Realisme lahir sebagai bentuk penolakan terhadap Neo-klasikisme dan Romantikisme pada abad ke-19. Apabila Neo-Klasikisme mendasarkan rasio/intelektual dalam menggambarkan ide, Romantisme menggunakan emosi, maka Realisme berkeinginan mengungkapkan keadaan nyata dalam hidup manusia. Ciri khas aliran realisme yang tidak terlalu terikat oleh unsur seni klasik membuat banyak ahli dan kritikus seni menganggap aliran ini sebagai pelopor seni modern yang kita kenal saat ini.

Mestro kelahiran Surakarta ini merupakan salah satu tokoh seni rupa Indonesia paling berpengaruh dalam perkembangan seni rupa di tanah air. Pernah didapuk sebagai pelukis resmi istana merdeka, karyanya banyak menghiasi dinding istana dan kepresidenan republik ini. Bukan hanya diakui di kandang sendiri kemampuan Basuki Abdullah juga mampu mengantarkannya menjadi jawara sayembara melukis yang diselenggarakan sewaktu penobatan Ratu Yuliana di Belanda pada tahun 1947. Saat itu Basuki Abdoelah mampu mengalahkan 86 orang pelukis Eropa. Gaya favorit Basuki Abdullah adalah melukis potret, terutama sosok wanita cantik atau anggota kerajaan dan kepala negara.

Eakins pernah mendulang kekecewaan dari para kritikus konsevatif karena aksinya menggunakan studi model telanjang untuk pembelajaran seni rupa di Pennsylvania Academy of   Fine Arts. Karya Eakins The Agnew Clinic (1875) dibuat untuk menghormati ahli Anatomi dan ahli bedah Dr. David Hayes Agnew saat pensiun dari University of Pennsylvania.

The Gross Clinic (1889) mendapatkan apresiasi seni rupa dari banyak ahli sebagai lukisan termahal di dunia dan terbaik yang pernah dibuat oleh seniman Amerika. Lukisan ini menggambarkan Dr. Samuel D. Gross yang sedang memberikan kuliah di Jeferson Medical College.

Karya Daumier The Third Class Carriage (1862) menggambarkan keadaan gerbong kereta api kelas 3 yang penuh sesak oleh penumpang. Daumier menggambarkan para penumpang itu tampak dalam ketidak berdayaan dan kelas sosial yang membuat mereka seolah terpenjara. Daumier mem fungsikan seni lukisan nya sebagai media ekspresirasa simpati yang mendalam terhadap penderitaan orang-orang itu diungkapkannya secara karikatural.

Basuki Abdullah mewarisi bakat seni dari ayahnya yaitu Abdullah Suriosubroto yang merupakan seorang pelukis penari. Bakatnya tersebut membuat beliau berhasil mendapatkan beasiswa untuk belajar seni rupa Academie Voor Beeldende Kunsten di Den Haag

Kakak dan Adik” adalah tajuk lukisan karya Basuki Abdulah pada tahun 1978. menggambarkan seorang kakak perempuan yang sedang menggendong adik laki-lakinya.  Lukisan ini memiliki emosi yang kuat dimana sorot mata kosong terpancar dari wajah polos dan bening kedua anak tersebut. Lewat karya ini Basuki Abdula ingin menyarakan empatinya terhadap kasih sayang dan kemanusiaan.