5 Karya Sastra Bercorak Hindu di Indonesi

Karya sastra bercorak hindu identik dengan kakawin (Sebuah bentuk syair dalam bahasa Jawa Kuna) dan kitab yang berisi catatan sejarah. Pada umumnya kita akan berpikir bahwa karya sastra berarti puisi ataupun karya tulis fiksi (cerpen, novel, dll). Pernyataan tersebut memang tidak salah. Hanya saja, kita harus meluaskan pandangan tentang jenis-jenis seni sastra yang ada di dunia ini. Karena seni sastra tidak hanya sekedar puisi ataupun cerpen, contoh seni sastra juga dapat berupa teater dan drama, Prosa, Pantun, Mantra, dll.

Seni Sastra ini juga identik dengan kebudayaan. Dimana bentuk dan jenis seni sastra yang ada seringkali dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan di sekitar tempat lahirnya karya tersebut. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa kebudayaan daerah ataupun kebudayaan modern. Dalam artian ada pengaruh barat di dalamnya. Kebudayaan daerah dapat berupa kebudayaan suku toraja, kebudayaan suku sunda, kebudayaan suku batak. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam karya sastra peninggalan kerajaan ataupun bercorak agama. salah satunya kita mengenal seni sastra jawa ataupun seni sastra peninggalan islam.

Kita mengenal sastra sebagai seni bahasa. Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang bisa berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat bahkan hingga keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan. Gambaran tersebut dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Berbeda dengan seni patung, ataupun seni lukis ataupun seni rupa lainnya yang menggunakan media untuk menggambar dan menggunakan alat-alat khusus menggambar atau memahat.

Seperti halnya cabang-cabang seni lain, karya sastra juga sangat bermanfaat bagi kehidupan. Salah satu manfaatnya adalah bahwa karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebanaran-kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Selain itu, karya sastra juga dapat memberikan hiburan bagi penikmatnya. Selain itu, karya sastra juga dapat menjadi salah satu contoh komunikasi formal apalagi kaitannya dalam segi tulis menulis. Dewasa ini juga, karya sastra menjadi salah satu sektor dalam sub sektor industri kreatif, yakni bidang penerbitan dan percetakan. Dan juga seni sastra menjadi salah satu jenis-jenis industri kreatif yang ada di Indonesia.

Pada umunya, karya sastra peninggalan sejarah hindu ditulis dengan huruf Pallawa dalam bahasa sansekerta pada daun lontar. Huruf Pallawa adalah sebuah aksara yang berasal dari india bagian selatan.

Pada artikel kali ini, kita akan membahas apa saja sih karya sastra bercorak hindu yang ada di Indonesia? Penasaran. Yuk simak penjelasan di bawah ini.

  1. Carita Parahyangan Bogor, Jabar Abad ke-5 M Tarumanegara

Karya sastra bercorak hindu yang pertama adalah Carita Parhyangan. Carita Parahyangan ini merupakan sebuah naskah yang berisi tentang sejarah Tanah Sunda. Hal utama yang diceritakan pada naskah ini adalah mengenai kekuasaan di dua ibukota kerajaan sunda yaitu Keraton Galuh dan keraton Pakuan. Naskah ini ditulis di atas 47 lembar daun lontar yang masing-masing berukuran 21×3 cm. Karena naskah ini menceritakan tentang sejarah tanah sunda, maka tidak heran pula jika naskah ini ditulis dalam aksara sunda.

  1. Kresnayana Bogor, Jabar Abad ke-5 Tarumanegara

Kresnayana merupakan sebuah Kakawin. Ia merupakan sebuah karya sastra Jawa Kuna yang mencertakan kisah pernikahan prabu kresna dan penculikan calonnya yaitu Rukmini. Dalam kakawin ini di ceritakan bahwa Dewi Rukmini adalah seorang Prabu Bismaka di negeri Kundhina. Ia telah dijodohkan dengan Suniti, Raja negerei Cedi. Tetapi ibunya lebih suka jika Dewi Rukmini, putrinya, menikah dengan kresna. Maka, karena hari besar sudah tiba, lalu suniti dan Jarasanda, pamannya, sama-sama datang di Kundina. Maka, ibu dan anak tersebut diam-diam memberi tahu Kresna supaya datang secepatnya, sehingga Dewi rukmini dan Kresna diam-diam dapat melarikan diri.

Namun, setelah melarikan diri, mereka dikejar oleh Suniti, Jarasanda dan Rukma (Adik Rukmini) serta bala tentara mereka. Hebatnya, Kresna mampu mengalahkan dan membunuh mereka. Kecuali Rukma, karena Dewi Rukmini mencegah Kresna untuk membunuh saudari perempuannya itu. Setelah itu, mereka pergi ke Dwarawati dan melangsungkan pesta pernikahan.

Kakawin ini, ditulis oleh Mpu Triguna pada saat prabu Warsajaya memerintah di kediri pada kurang lebih tahun 1104 Masehi. Selain jawa, seni sastra lain yang terkenal ialah seni sastra sumbawa.

  1. Arjunawiwaha Kahuripan, Jatim Abad ke-10 M Medang Kamulan

Selain kakawin Kresnayana, 5 abad berikutnya ditulislah kakawin lain yang berjudul Arjunawiwaha yang kali ini berasalah dari daerah Kahuripan, Jawa Timur. Isinya kurang lebih menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Tetapi selama ia bertapa, dewa kerap mengujinya. Ujiannya berupa tujuh bidadari. Para bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama Bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Namun, pada bidadari ini tidak berhasil mengganggu Arjuna, Maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua.

Kemudian, mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Beberapa saat setelah itu, tiba-tiba, datang seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Namun, pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Rupanya pemburu tersebut adalah Batara Siwa. Kemudian, Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dan ia diberi anugerah untuk mengawini tujuh bidadari tadi.

Kakawin ini merupakan kakawin pertama yang berasal dari daerah Jawa Timur dan ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 – 1042 Masehi.

  1. Lubdhaka Kediri, Jatim Abad ke-11 M Kediri

Selanjutnya masih berasal dari daerah Jawa timur, namun kali ini  kakawin ini berasal dari kota kediri. Dengan bahasa Jawa Kuna, kakawin ini menceritakan bagaimana seseorang yang berdosa sekalipun dapat mencapai surga. Di dalam cerita ini dikisahkan bagaimana Lubdhaka, seorang pemburu sedang berburu di tengah hutan. Namun, ia tak kunjung menemukan mangsa. Ia telah mencari-cari sekian lama namun tetap tidak dapat. Padahal hari mulai beranjak malam. Maka, supaya tidak balik menjadi mangsa para binatang buas dihutan tersebut, Ia lalu memanjat pohon dan berusaha supaya tidak jatuh. Demi mencegah dirinya tertidur karena dimakan bosan, ia mulai memetik daun-daun pohon dan dibuanginya ke bawah.

Di bawah ada sebuah kolam dan sebuah lingga. Begitu terus sampai hari beranjak pagi. Beberapa lama semenjak kejadian tersebut Pemburu tersebut melupakan peristiwa ini dan kemudian meninggal dunia. Namun, arwahnya gentayangan di alam baka tanpa tahu harus kemana. Maka, Batara Yama, Sang Dewa Maut, melihatnya dan akan mengambilnya ke Neraka. Namun, pada saat yang sama, Batara Siwa juga melihatnya dan ingat bahwa pada suatu malam (yang selanjutnya disebut ‘malam siwa’), ia pernah dipuja dengan meletakkan dedaunan di atas lingga, yang merupakan simbolnya di bumi ini. Setelah itu, pasukan Yama dan pasukan Siwa bertarung karena Batara Siwa ingin membawa arwah gentayangan pemburu itu ke Surga. Diceritakan bahwa Siwa menang dan Lubdhaka dibawa ke Surga Olehnya. Dalam sejarah tercatat bahwa kakawin ini ditulis pada abad ke – 11 oleh Mpu Tanakung.

  1. Baratayuda Kediri, Jatim Abad ke-12 M kediri

Rasanya, telinga kita sudah sering mendengar kata Baratayuda, entah itu dalam bacaan sejarah ataupun cerita wayang. Baratayuda sendiri merupakan Istilah yang dipakai di Indonesia untuk menyebut sebuah perang besar di Kurukshertra antara keluarga Pandawa melawan Kurawa. Perang ini merupakan bagian klimaks dari kisah mahabharata, yaitu sebuah wiracarita terkenal di India.

Baratayudha di sini merupakan sebuah judul kakawin berbahasa Jawa Kuna yang ditulis oleh Mpu Sedah pada tahun 1157. Kakawi ini ditulis atas perintah Maharaja Jayabaya, raja kerajaan kediri sebagai sebuah simbolisme keadaan perang saudara antara kerajaan kediri dan jenggala yang sama-sama keturunan Raja Erlangga. Keadaan Perang Saudara itu digambarkan seolah-olah seperti yang tertulis dalam kitab Mahabarata.

Kisah mahabarata dan ramayana juga tidak hanya disajikan dalam bentuk karya sastra, tetapi juga dalam bentuk wayang kulit. Sejarah wayang kulit sendiri ditandai dengan masuknya pengaruh hindu dan budha ke Asia tenggara. Hipotesis tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa seni pertunjukan wayang kulit sering membawakan kisah ramayana dan mahabrata.

Begitulah kiranya karya sastra bercorak hindu yang sampai saat ini diketahui. Sebenarnya terdapat juga karya sastra peninggalan hindu-budha yang telah dibahas sebelumnya. Dan seperti kita ketahui bahwa setiap karya seni, apapun itu, harus di aperisiai entah itu dalam bentuk penghargaan ataupun kritik membangun, karena terdapat peran dan fungsi kritik sastra. Semoga kita senantiasa dapat memetik manfaat belajar seni dan dapat terus menerus mengembangkan diri.